Penambangan Freeport |
Mega Proyek ini mengharuskan AS, China, Jepang. dan Prancis berkolaborasi membawa uang dan teknologi dalam bingkai Ekonomi Politik - ciptaan Jokowi.
Ini semua berkat tambang nikel dan tembaga, yang kepemilikan usahanya kini secara mayoritas sudah dikuasai oleh Indonesia. Dahulu sebelum Presiden Joko Widodo, kepemilikan usaha pertambangan, lebih banyak yang secara mayoritas dikuasai oleh pihak asing.
Bersatunya AS, Cina, Jepang, dan Perancis dikarenakan mau tidak mau, suka tidak suka, mereka harus bermitra dengan PT. Aneka Tambang, PT. Inalum, dan PT PLN.
Menjadikan BUMN kontruksi mendapat berkah, karena harus melibatkannya, dalam pembangunan tersebut, yang bernilai lebih dari Rp. 100 triliun.
Untuk pelaksanaannya sendiri, komitmen pun telah settle pada tanggal 30 November lalu.
Selain itu, Jokowi sudah menyetujui, dengan mempercepat perizinan, untuk membangun pusat Industri pengolahan nikel dan tembaga di Weda Bay, Halmahera, dikarenakan letaknya yang lebih dekat ke bahan baku, dengan jarak antara pelabuhan Freeport di Timika di pantai selatan Papua ke Halmahera + 2.660 kilometer,
Mega Ptoyek ini menempatkan Indonesia menjadi negara yang harus diperhitungkan. Karena secara Ekonomi Politik, semua pihak harus menjaga Indonesia sebagai kawasan yang damai, agar roda usaha dapat berjalan sesuai yang direncabakan.
Disinilah Jokowi membuktikan bahwa saatnya Ekonomi Politik dikemukakan, karena selagi bisnis melahirkan kolaborasi dan partnership, kepentingan politik bisa dikendalikan.
Lagi-lagi Jokowi menunjukan kenegarawanannya, karena rakyat Papua berhak mendapatkan kemakmuran dari SDA mereka. Sementara sudah dapat dipridiksi, bahwa 10 tahun lagi "Papua - Halmahera" akan jadi kota modern yang sangat pesat perkembangannya. (EW)
Foto : Istimewa