Oleh : KRMH. Gatot DP. Sulistyo
Pejuang renta, legam tak berotot, lunglai di bawah tiang bendera yang terbuat dari bambu, diatasnya berkibar bendera merah-putih, namun warnanya mulai pudar..
Ia tercenung sejenak lalu ia mendongakkan kepala dan berteriak lantang pada bendera merah-putih yang mulai pudar warnanya..,
"aku dahulu begitu bangganya memandang warnamu wahai benderaku.., merah-putih mu dahulu mampu menggetarkan semangat anak bangsa, untuk berjuang, mempertahankan kemerdekaan, agar engkau dapat berkibar tanpa ragu, agar engkau dapat berkibar tanpa malu, dan berkibar tanpa takut...
Tapi kini...warnamu bukan saja pudar tapi tak ada lagi kata "siapa berani menurunkan engkau, serentak rakyatmu membela.." tak ada lagi kata itu tercetus dari lubuk hati sanubari anak negeri ini...
Wahai merah-putih yang pudar..aku ingin ceritakan padamu, tentang nasionalisme yang kini dianggap tabu.., nasionalisme yang kini dianggap oposisi, nasionalisme yang kini dianggap anti pemerintah...
Engkau tak percaya akan hal itu..wahai merah-putih yang pudar.., ini aku ceritakan padamu, jika ada anak bangsa yang peduli dan mengingatkan akan bahayanya tenaga kerja asing, maka dirinya dianggap anti pemerintah, dianggap oposisi..., ya..itulah yang terjadi..., aku yang renta, yang dulu berjuang demi bangsa dan negara hanya bisa termenung heran.., kenapa musti orang asing yang bekerja di negeri ini, apa rakyat negeri ini sudah makmur semua hingga ga perlu kerja lagi..., padahal masih banyak yang menganggur tapi kenapa justru warga asing yang bekerja, anak bangsa hanya jadi penonton, hanya jadi warga negara kelas tiga.., sedih aku melihat keadaan saat ini...,
Wahai merah-putih yang pudar...
Aku jadi mulai bimbang..sebenarnya negeri yang dahulu kami perjuangkan kemerdekaannya ini sebenarnya milik anak bangsa ini atau milik bangsa sebelah utara negeri ini...
Wahai merah-putih yang pudar dan ragu tuk berkibar....
Aku menjadi bimbang dan mulai bertanya...sebenarnya apa sih yang ada di benak mereka mereka yang tengah menikmati "alam kemerdekaan" saat ini...mau mengisi kemerdekaan demi bangsa dan negara tercinta Indonesia atau memberi kemerdekaan untuk bangsa asing dan aseng...
Wahai merah-putih yang pudar dan tak mau lagi berkibar...
Akankah langit negeri ini mendengar lagi bait.., "Indonesia tanah airku, tanah tumpah darahku, disanalah aku berdiri jadi pandu ibuku, Indonesia kebangsaanku, bangsa dan tanah airku, marilah kita berseru, Indonesia bersatu..." yang di nyanyikan dengan sungguh sungguh dan dengan penghayatan yang sungguh sungguh pula.., ini aku utarakan semata mata agar apa yang dahulu sudah kami perjuangankan tidak menjadi sia sia..
Pejuang renta, legam tak berotot, lunglai di bawah tiang bendera yang terbuat dari bambu, diatasnya berkibar bendera merah-putih, namun warnanya mulai pudar..
Ia tercenung sejenak lalu ia mendongakkan kepala dan berteriak lantang pada bendera merah-putih yang mulai pudar warnanya..,
"aku dahulu begitu bangganya memandang warnamu wahai benderaku.., merah-putih mu dahulu mampu menggetarkan semangat anak bangsa, untuk berjuang, mempertahankan kemerdekaan, agar engkau dapat berkibar tanpa ragu, agar engkau dapat berkibar tanpa malu, dan berkibar tanpa takut...
Tapi kini...warnamu bukan saja pudar tapi tak ada lagi kata "siapa berani menurunkan engkau, serentak rakyatmu membela.." tak ada lagi kata itu tercetus dari lubuk hati sanubari anak negeri ini...
Wahai merah-putih yang pudar..aku ingin ceritakan padamu, tentang nasionalisme yang kini dianggap tabu.., nasionalisme yang kini dianggap oposisi, nasionalisme yang kini dianggap anti pemerintah...
Engkau tak percaya akan hal itu..wahai merah-putih yang pudar.., ini aku ceritakan padamu, jika ada anak bangsa yang peduli dan mengingatkan akan bahayanya tenaga kerja asing, maka dirinya dianggap anti pemerintah, dianggap oposisi..., ya..itulah yang terjadi..., aku yang renta, yang dulu berjuang demi bangsa dan negara hanya bisa termenung heran.., kenapa musti orang asing yang bekerja di negeri ini, apa rakyat negeri ini sudah makmur semua hingga ga perlu kerja lagi..., padahal masih banyak yang menganggur tapi kenapa justru warga asing yang bekerja, anak bangsa hanya jadi penonton, hanya jadi warga negara kelas tiga.., sedih aku melihat keadaan saat ini...,
Wahai merah-putih yang pudar...
Aku jadi mulai bimbang..sebenarnya negeri yang dahulu kami perjuangkan kemerdekaannya ini sebenarnya milik anak bangsa ini atau milik bangsa sebelah utara negeri ini...
Wahai merah-putih yang pudar dan ragu tuk berkibar....
Aku menjadi bimbang dan mulai bertanya...sebenarnya apa sih yang ada di benak mereka mereka yang tengah menikmati "alam kemerdekaan" saat ini...mau mengisi kemerdekaan demi bangsa dan negara tercinta Indonesia atau memberi kemerdekaan untuk bangsa asing dan aseng...
Wahai merah-putih yang pudar dan tak mau lagi berkibar...
Akankah langit negeri ini mendengar lagi bait.., "Indonesia tanah airku, tanah tumpah darahku, disanalah aku berdiri jadi pandu ibuku, Indonesia kebangsaanku, bangsa dan tanah airku, marilah kita berseru, Indonesia bersatu..." yang di nyanyikan dengan sungguh sungguh dan dengan penghayatan yang sungguh sungguh pula.., ini aku utarakan semata mata agar apa yang dahulu sudah kami perjuangankan tidak menjadi sia sia..