Ilustrasi perceraian (istw) |
Depok, (Depokini) - Ternyata ribuan wanita di Kota Depok lebih memilih menjadi janda daripada menyelesaikan persoalan rumah tangga. Para wanita yang notabene Ibu Rumah Tangga itu, kerap memilih melakukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama (PA) Kota Depok.
Dari data PA Kota Depok, angka perceraian sampai dengan periode Juli 2019 telah mencapai 2.532 kasus. Jumlah ini diprediksi bakal terus bertambah dibanding tahun sebelumnya, yang mencapai 3.525 kasus.
“Penyebab gugatan cerai yang paling banyak adalah perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus dan tidak dapat lagi untuk disatukan atau di selesaikan. Dari sekian alasan, paling banyak dipicu penggunaan media sosial yang tinggi dan tidak bijaksana. Termasuk adanya pihak ketiga dalam urusan rumah tangga,” ujar Humas Pengadilan Agama Depok, Dindin Syarief, Minggu, (21/7/2019), sebagaimana dilansir dari depoktren.
Dindin, menambahkan, banyaknya gugatan cerai tidak membuat PA Kota Depok dengan mudah mengabulkan permohonan perceraian.
“Pengadilan sudah berupaya secara maksimal untuk upaya damai. Sebagaimana digariskan dalam undang-undang perkawinan pasal 82 ayat 1 pada sidang pertama itu hakim wajib mendamaikan. Apalagi sekarang adanya peraturan mediasi, bahwa setiap perkara perdata dalam hal ini perceraian yang diajukan suami istri wajib dilakukan mediasi,” jelas Dindin.
Ilustrasi Seorang wanita tengah memegang akta cerai (istw) |
Upaya Pengadilan Agama untuk meminimalisir tingkat perceraian akan terus dilakukan secara maksimal, dan bahkan mediasi bisa dilakukan di luar persidangan.
“Jadi, biasanya kalau ada perkara masuk ditindaklanjuti dengan mediasi pada sidang pertama, kemudian kita tunggu sidang kedua. Nah, yang kedua kita damaikan lagi. Kalau tidak bisa didamaikan baru diperiksa perkaranya. Sidang ketiga untuk jawaban, didamaikan lagi,” tutur Didin.
Menurut Dindin, kalau dirata-ratakan perkara gugatan perceraian yang masuk ke PA Kota Depok setiap harinya 15 sampai 20 perkara.
Ilustrasi status Janda dan Duda (istw) |
“Pihak yang berperkara wajib menyertakan bukti berikut saksi. Dan, biasanya dokumen print out sering dilakukan oleh kuasa hukum. Kami berpesan kepada semua pihak, terutama pasangan suami istri, agar menjaga kepercayaan. Apalagi di era media sosial saat ini. Sekali lagi saya tegaskan penggunaan medsos yang tidak bijaksana menjadi pemicu perselisihan dan pertengkaran,” tukas Dindin.
Sementara, salah seorang janda muda, sebut saja, Andara (23 tahun) mengatakan bahwa dirinya lebih memilih jadi janda daripada menjalani hubungan istri yang selalu bertengkar. “Saya memilih jadi janda daripada berantem terus. Hidup itu yang dicari kebahagiaan,” tandas wanita yang berdomisili di Sawangan ini, dan menurut pengakuannya dirinya sudah 1 tahun hidup berstatus janda.
(MasGatot)