Tjahyo Kumolo, Moeldoko, Agus Rahardjo dan Bambang Brodjonegoro |
Jakarta, (Depokini) - Pemerintah dan KPK kini berkolaborasi dalam Tim Nasional Pencegahan Korupsi. Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi pada tanggal 20 Juli 2018. Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) akan dijalankan oleh Tim Nasional Pencegahan Korupsi (Timnas PK) yang terdiri dari Pimpinan KPK, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Menteri PPN/Bappenas, dan Kepala Staf Kepresidenan.
“Tujuan dari kolaborasi dalam Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) adalah sinergi dan kolaborasi pemerintah dan KPK, supaya tidak berjalan sendiri-sendiri. Presiden ingin inovasi kebijakan yang mendorong pecegahan korupsi yang lebih berdampak. Strategi yang sudah ada sebelumnya kita evaluasi dan kita perkuat melalui Perpres 54/2018,” tegas Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko dalam Forum Merdeka Barat 9 yang kali ini berlangsung di Gedung Merah Putih KPK, pada Rabu, 15 Agustus 2018.
“Perpres ini adalah revisi dari Perpres No 25/2012. Ini sebuah upaya dari penjabaran komitmen dan arah kebijakan yang dijalankan oleh Presiden Jokowi terkait pencegahan korupsi. Perpres ini sudah dirintis dari tahun 2016 dan rampung pada Juli tahun ini,” jelas Moeldoko.
Kepala Staf Kepresidenan menekankan, Pemerintah bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan 20 Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) berjuang bersama untuk memaksimalkan pemberantasan korupsi.
“Mungkin ada pertanyaan, kenapa diubah Perpresnya? Sesungguhnya, ada 4 pokok perubahan. Selama ini terlihat di publik, fokus hanya penindakan di KPK. Sementara, pencegahan jauh lebih baik. Kalau penindakan pasti uangnya sudah hilang. Tapi kalau pencegahan uangnya masih bisa diselamatkan,” ulas Moeldoko.
Menurut Kepala Staf Kepresidenan, ini sebuah terobosan baru, dengan menempatkan KPK tetap sebagai koordinator. Di mana KPK memiliki tugas dan kewenangan koordinasi dan supervisi. Dan KPK berkoordinasi dengan Bappenas, Kemendagri, PAN RB dan Kemendagri.
“Kita fokus pada tiga hal, tataniaga dan perizinan, keuangan negara, reformasi dan birokrasi, serta penegakan hukum. Dukungan ini untuk memperkuat kepastian berusaha. Jangan sampai ada upaya-upaya yang melemahkan kepastian berusaha. Karena, kalau bisa dipermudah, kenapa dipersulit,” tegas Moeldoko.
Sementara itu, Menteri PPN/Bappenas Bambang Brodjonegoro menegaskan bahwa kolaborasi ini akan mengarahkan fokus pada prioritas pembangunan nasional khususnya sektor Perizinan dan Tata Niaga, Keuangan Negara, serta Penegakan Hukum dan Reformasi Birokrasi. “Upaya pencegahan korupsi harus bisa mendongkrak kemajuan pembangunan nasional secara umum. Oleh karenanya dampak terhadap CPI dan EODB juga patut diperhitungkan dalam perencanaan aksi nantinya,” tandasnya.
Pelaporan Satu Pintu
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menambahkan bahwa selama ini, terlalu banyak rencana aksi dan pemerintah daerah disibukkan dengan laporan, “Kalau pelaporan sudah satu pintu di sini, maka pelaksanaan pencegahan korupsi bisa lebih optimal, bukan hanya kepatuhan administratif saja.”
Ketua KPK Agus Rahardjo menyambut positif terbitnya Perpres Strategi Nasional Pencegahan Korupsi, “Masyarakat tidak perlu khawatir, Perpres ini tidak mengurangi independensi KPK. Malah ini terobosan bagus untuk pencegahan. Saat ini teman-teman Sekretariat sedang merumuskan SOP dan rencana aksi bersama-sama. Saya yakin ini arah yang baik untuk pencegahan korupsi negara kita,” pungkasnya.
Perpres No 54 Tahun 2018 merupakan revisi dan penguatan Strategi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi yang sebelumnya diatur dalam Perpres Nomor 55 tahun 2012. Strategi baru ini mengamanatkan kolaborasi pemerintah dengan KPK. Selain menekankan kolaborasi untuk pertama kali nya bersama dengan KPK, Perpres ini juga mengamatkan agar pelaksanaan upaya anti korupsi yang lebih fokus dan mengutamakan outcome, dan memperluas partisipasi publik.
(MasGatot)