-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Iklan

Catatan Perjalanan Menyusuri Tapak Tilas Terakhir Pangeran Sambernyowo

Senin, 13 September 2021 | 10.09 WIB | 0 Views Last Updated 2021-09-13T03:11:48Z
Tugu Tridarma, di komplek makam Pangeran sambernyowo
Karanganyar
 (depoKini) - Di bawah suhu 23 derajat celsius, Pimpinan Redaksi Depokini, Mas Gatot, pada Jumat pagi, 14 September 2018 lalu ziarah ke makam Mangkunegoro I alias Pangeran Sambernyowo. Kompleks makam ini terletak di Astana Mangadeg di ketinggian 750 meter di atas permukaan laut. Persisnya di salah satu puncak perbukitan di lereng Gunung Lawu, Jawa Tengah.
Dipandu oleh guide lokal, sekira pukul 7.30 wib berangkat menuju Karanganyar, Pimred Depokini menginap di hotel Sahid Solo. Setibanya di Mengadeg, Pimred Depokini menyempatkan diri dahulu untuk berziarah ke makam mendiang Presiden RI ke-2,  Soeharto dan Ibu Siti Hartinah (Ibu Tien) di Astana Giri Bangun. Makam Sambernyowo terletak kurang lebih 1 kilometer dari Astana Giri Bangun.

Rute untuk ke makam Pangeran Sambernyowo hanya bisa dilalui dengan berjalan kaki menempuh jalan berundak. 

Suasana pagi yang sejuk dan tenang  menambah eksotik pendakian menuju makam Pangeran Sambernyowo pada pagi itu. Gemericik suara air sungai terdengar memecah keheningan pagi.

Lima belas menit perjalanan dari Astana Giribangun, rombongan menemui kantor pengelola Astana Mangadeg. Persis di depan kantor pengelola terdapat tugu, Monumen Tri Dharma.

Di tempat monumen itu berdiri diyakini, Pangeran Sambernyowo pernah bersemedi di sela 16 tahun perjuangannya melawan Belanda. Di sinilah, ratusan tahun yang lalu sang pangeran bersemedi di tengah kesunyian bukit dan hutan.

Saat itulah Pangeran Sambernyowo merumuskan sebuah falsafah yang dikenal dengan Tri Dharma, yakni: Rumangsa melu handarbeni (merasa ikut memiliki), Wajib melu hangrungkebi (wajib ikut mempertahankan) dan Mulat sarira hangrasa wani (berani bermawas diri).

Mangkunegoro I alias Pangeran Sambernyowo juga dikenal sebagai Raden Mas Said. Dia merupakan salah satu pahlawan Nasional.

Itu karena keberaniannya menentang penjajah Belanda, juga kesaktiannya. Sang pangeran ini diyakini bisa menghilang, memporak-porandakan lawan tanpa perlu balatentara, dan persenjataan modern. Dalam pertempuran melawan Belanda dia menerapkan sistem perang gerilya melalui pengamatan di Gunung Gambar.

Falsafah Tri Dharma dia sosialisasikan untuk memotivasi rakyat mencintai dan loyal terhadap kerajaannya. RM Said yang kemudian bergelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara I alias Pangeran Sambernyowo yang lahir di Kraton Kartasura, 7 April 1725 dan menghembuskan nafas terakhir nya pada 28 Desember 1795 di Kartasura. 

KGPAA Mangkunegara 1 dimakamkan di Astana Mangadeg di Matesih, Karanganyar. Banyak warga yang berziarah ke makam beliau. Beberapa di antaranya menggelar tirakat di dekat makam. Namun makam utama Pangeran Sambernyowo dan keluarga Mangkunegoro ditutup pada pukul 24 malam.

Seperti pada Jumat pagi itu, tampak beberapa penziarah tengah duduk duduk sambil menikmati kopi di salah satu bangunan di bawah kompleks makam. "Ngopi pagi pak di sini," kata salah satu warga menawarkan.

'terima kasih pak.." jawab mas Gatot sambil terus melangkah menuju kantor juru kunci makam untuk ijin berziarah.

Setelah ijin di peroleh kemudian di antar oleh salah seorang juru kunci menuju makam Raden Mas Said, atau KGPAA Mangkunegara 1 yang dikenal dengan sebutan Pangeran Sambernyowo.

Pimpinan Redaksi Depokini, Mas Gatot photo di depan makam Pangeran sambernyowo
Mas Gatot berdoa semoga almarhum di tempatkan pada Maqom yang mulia disisiNYA serta  mengirimkan Al Fatihah.

Menjelang tengah hari, pimred Depokini meninggalkan makam Pangeran Sambernyowo. 

Satu catatan perjalanan telah ditunaikan untuk kembali memulai perjalanan baru lainnya, "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawan nya" demikian pesan yang di sampaikan oleh Proklamator, Presiden RI 1, Bung Karno.
(GDP)
×
Berita Terbaru Update
-->