Anggota Dewan Pakar MUI Pusat, Brigjen Pol (Purn) Anton Tabah Digdoyo |
Jakarta, (depoKini) - terkait Peraturan Presdien (Perpres) 20/2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) itu bertentangan dengan UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Demikian Anggota Dewan Pakar Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Pusat Brigjen Pol (Purn) Dr Anton Tabah Digdoyo mengatakan pada satu kesempatan, sebagaimana di lansir dari eramuslim.com.
Tenaga Kerja Asing (TKA) itu ada syarat-syarat khusus antara lain memiliki berkeahlian khusus, harus mahir berbahasa Indonesia, imbuhnya.
“Persyaratan-persyaratan tersebut sudah dilanggar dan bahkan buat Perpres baru isinya bertentangan dengan UU Ketenaga-kerjaan. Perpres tidak boleh bertentangan dengan UU Ketenaga-kerjaaan juga UU lain yang relevan,” ujar Anton Tabah, Rabu (25/4).
Demikian disampaikan Anton Tabah yang juga Wakil Ketua Komisi Hukum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat menanggapi membanjirnya TKA termasuk dari China masuk ke Indonesia.
Photo ilustrasi TKA asal china (istw) |
“Ini mengabaikan sejarah. The founding father sudah wanti-wanti, jasmerah, jangan sekali-kali abaikan sejarah. China itu sangat ambisius ingin menguasai Indonesia sejak jaman Majapahit, kala itu China mengirim pasukan tentara untuk serbu Jawa Timur, namun dapat dihalau oleh pasukan Majapahit, jadi dari jaman Majapahit, mereka sudah ingin menguasai negeri ini, terangnya.
Jelas Anton Tabah, di era teknologi saat ini berbagai cara dan strategi dilakukan untuk menjajah negara lain.
“Pakar hukum tata negara Prof Yusril Ihza Mahandera sudah ingatkan bahwa rencana jutaan TKA dari RRC (puluhan ribu sudah di Indonesia) adalah tentara-tentara yang nyaru sebagai buruh kasar. Negara harusnya serius dengan warning tersebut bukan malah bilang hoax,” ungkapnya.
Tapi yang ada, justru pemerintah membuka pintu seluas-luasnya bagi warga negara RRC masuk ke Indonesia, membuat MoU jutaan TKA buruh kasar. Ini sangat disayangkan mengingat pengangguran di Indonesia masih tinggi.
“Itulah yang penting dikaji. Kalau tidak, akibatnya bisa sangat mengerikan,” pungkas Anton Tabah. (GDP)